Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam
http://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna
<p>Ahwaluna adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Program Studi Hukum Keluarga Islam di Institut Agama Islam Tasikmalaya. Jurnal ini terbit dua kali setahun, pada bulan September dan Maret, dan menerima artikel dari dosen, mahasiswa, serta cendekiawan yang berasal dari penelitian, pemikiran, dan pengalaman terkait hukum keluarga Islam. Ruang lingkup jurnal ini mencakup berbagai topik yang berkaitan dengan hukum keluarga Islam, seperti perkawinan, perceraian, putusan Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi terhadap kedudukan anak di luar perkawinan, fenomena penyamaan pembagian waris antara anak perempuan dan laki-laki, serta implementasi surat edaran Dirjen Bimas Islam tentang masa 'iddah istri dan suami. </p> <p>ISSN: <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/20220914071068436" target="_blank" rel="noopener">2963-1831</a></p>Program Studi Hukum Keluarga Islamid-IDAhwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam2963-1831SAAT UNTUK MENIKAH DALAM UU NOMOR 16 TAHUN 2019: (Tinjauan Hukum Islam Terhadap Batas Usia Menikah)
http://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna/article/view/435
<p>Batas usia menikah dalam Islam hingga saat ini masih menjadi pembahasan yang menarik. Berbeda dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menetapkan bahwa pria dan wanita yang akan melaksanakan perkawinan harus sudah berusia 19 tahun. Dalam Islam, usia pernikahan tidak ditentukan secara eksplisit, melainkan lebih kepada kesiapan individu yang ditandai dengan baligh, akal sehat, dan kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan buruk. Berdasarkan permasalahan ini, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi perbedaan pandangan mengenai batas usia menikah antara hukum Islam dan UU Nomor 16 Tahun 2019. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan normatif dan yuridis. Pendekatan normatif digunakan untuk menganalisis norma-norma hukum dalam UU Nomor 16 Tahun 2019, sementara pendekatan yuridis menganalisis aturan hukum terkait usia menikah dalam perspektif hukum Islam. Data diperoleh melalui studi pustaka dari berbagai literatur hukum dan tafsir Al-Qur'an yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Islam tidak menetapkan usia pernikahan secara pasti, melainkan lebih pada kesiapan individu, yang tercermin dalam beberapa ayat Al-Qur'an. Implikasi dari temuan ini memberikan kontribusi pada pemahaman hubungan antara hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia mengenai usia menikah.</p> <p><strong>Kata Kunci:</strong> usia minimal menikah; saat untuk menikah, pernikahan dalam Islam.</p>Chaula LuthfiaMariatul Adawiyah SopandiAllyah Alicia HgShaddam PratamaWidya Rahmawati Asmara
Hak Cipta (c) 2025 Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam
2025-03-312025-03-316112610.70143/ahwalunajurnalhukumkeluargaislam.v6i1.435MEDIASI ELEKTRONIK SEBAGAI SARANA PENYELESAIAN SENGKETA DI ERA DIGITAL (TINJAUAN ATAS PERMA No. 3 TAHUN 2022)
http://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna/article/view/442
<p>Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam penyelesaian sengketa, yang didukung oleh implementasi Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 3 Tahun 2022 tentang mediasi elektronik. Mediasi elektronik menawarkan kemudahan akses, fleksibilitas, dan efisiensi waktu dan biaya dibandingkan litigasi. Namun, pemahaman dan penerimaan mediasi elektronik oleh para pihak masih menjadi tantangan besar, terutama terkait aspek teknis, keamanan data, dan efektivitas komunikasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan mediasi elektronik dalam penyelesaian sengketa di era digital. Menganalisis strategi untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan para pihak dalam proses mediasi elektronik berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 3 Tahun 2022. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitik, mengacu pada teori sistem hukum untuk menganalisis interaksi antara regulasi, teknologi, dan lembaga yang mendukung mediasi elektronik. Temuan utama menunjukkan bahwa mediasi elektronik mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelesaian sengketa, dengan mengatasi hambatan geografis dan mengurangi biaya dan waktu penyelesaian. Faktor-faktor seperti literasi digital, keamanan data, dan kompetensi mediator telah terbukti penting dalam keberhasilan implementasi mediasi elektronik. Penelitian ini juga menyoroti pentingnya sosialisasi, pendidikan, dan peningkatan kualitas infrastruktur teknologi untuk mendukung implementasi PERMA No. 3 Tahun 2022. Dengan demikian, penelitian ini memberikan kontribusi strategis bagi pengembangan sistem penyelesaian sengketa yang lebih inklusif, modern, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat, serta mendukung transformasi sistem hukum di era digital. </p> <p><strong>Kata kunci:</strong> efisiensi; mediasi elektronik; PERMA No. 3/2022; penyelesaian sengketa; Teknologi.</p>Muhammad Abduh
Hak Cipta (c) 2025 Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam
2025-03-312025-03-3161274610.70143/ahwalunajurnalhukumkeluargaislam.v6i1.442HAK ASUH ANAK BELUM MUMAYYIZ DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA (STUDI KOMPARATIF PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PALU DAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BANDUNG)
http://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna/article/view/453
<p>Masalah utama dalam artikel ini tentang sistem uang paksa <em>(dwangsong)</em> yang ditetapkan oleh hakim dalam salah satu putusan Nomor 407/Pdt.G/2016/PA.Pal. Tujuan artikel ini untuk mengidentifikasi persamaan maupun perbedaan pertimbangan hakim dalam putusan Nomor 407/Pdt.G/2016/PA.Pal dan putusan Nomor 0069/Pdt.G/2015/PA.Bdg, serta mengidentifikasi nilai maslahat dalam kedua putusan tersebut. Artikel ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kasus dan perbandingan dari dua putusan Pengadilan Agama Palu Nomor 407/Pdt.G/2016/PA.Pal dan putusan pengadilan Agama Badung Nomor 0069/Pdt.G/2015/PA.Bdg. Hasil artikel menunjukkan beberapa perbedaan dasar hukum yang digunakan oleh hakim dalam menjatuhkan sebuah putusan. Perbedaan tersebut meliputi fakta hukum, pertimbangan yuridis dan non-yuridis, penafsiran hakim, serta putusan akhir. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga mampu untuk menjelaskan bagaimana prinsip maslahah diterapkan dalam sistem peradilan Indonesia, dengan perkara hak asuh anak. Artikel ini diharap dapat menjadi panduan dalam memutus perkara hak asuh anak, dan juga sebagai masukan untuk menyusun aturan tentang hak asuh anak yang lebih jelas dan berpihak dengan mengutamakan kepentingan terbaik anak.</p> <p><strong>Kata Kunci:</strong> Hak Asuh Anak, Perbandingan, Putusan</p>Sabila IzzaIdaul HasanahMuhammad Arif Zuhri
Hak Cipta (c) 2025 Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam
2025-03-312025-03-3161476510.70143/ahwalunajurnalhukumkeluargaislam.v6i1.453PENENTUAN KEWAJIBAN SUAMI DALAM MEMBERIKAN NAFKAH PASCA PERCERAIAN (MUT’AH) DI PENGADILAN AGAMA KOTA TASIKMALAYA
http://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna/article/view/464
<p>Perceraian merupakan peristiwa hukum yang menimbulkan serangkaian akibat-akibat hukum. Pada cerai talak timbul kewajiban bagi mantan suami untuk memenuhi mut’ah, nafkah iddah, mahar yang belum dibayarkan dan nafkah anak. Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah konsep penentuan mut’ah, nafkah iddah dan nafkah anak menurut hukum Islam dan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, pertimbangan hakim Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya dalam mengabulkan permohonan yang berkaitan dengan kewajiban suami pasca perceraian dan kesesuaian Putusan Nomor: 0655/Pdt.G/2016/PA.Tmk dengan hukum Islam. Adapun hasil yang diperoleh melalui penelitian ini adalah: Pengajuan kewajiban suami pasca perceraian diajukan oleh pihak Termohon (pihak istri) dimuat dalam bentuk rekonvensi. Dalam setiap perkara talak, istri dapat mengajukan gugatan rekonvensi artinya dapat melakukan gugatan balik, meskipun tidak juga tidak apa-apa karena tidak ada unsur keharusan. Mengenai hak <em>ex officio</em>, hakim hanya dapat menentukan mut’ah dan nafkah iddah saja. Hakim menjatuhkan putusan selalu melihat bukti dan fakta di persidangan. Hakim dalam menentukan kadar mut’ah, nafkah iddah dan nafkah anak melihat dari tiga faktor yaitu kemampuan suami sesuai gaji bersih, kelayakan istri sesuai <em>maskan, kiswah, mat’am</em> serta kepatutan dari sisi suami dan istri sesuai keadaan ekonomi saat berumah tangga. Terdapat faktor pertimbangan tambahan yaitu lama perkawinan dan keadaan ekonomi di sekitar tempat tinggal untuk menunjang pertimbangan dari sisi kepatutan. Kesesuaian putusan hakim di Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya telah sesuai dengan Hukum Islam dan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.</p> <p><strong>Kata Kunci: </strong><em>Mut’ah, Nafkah Iddah dan Anak, PA Kota Tasikmalaya</em></p>Mohamad Hamim
Hak Cipta (c) 2025 Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam
2025-03-312025-03-3161668810.70143/ahwalunajurnalhukumkeluargaislam.v6i1.464HAK NON MUSLIM DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM PERSPEKTIF MAQASID SYARIAH (Telaah Putusan Pengadilan Agama Kabanjahe Nomor: 2/Pdt.G/2011/PA-Kbj)
http://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna/article/view/448
<p>Artikel ini membahas hak non muslim dalam hukum kewarisan Islam dengan studi kasus putusan Pengadilan Agama Kabanjahe nomor: 2/Pdt.G/2011/PA-Kbj. Secara metodologis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan metode deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan adanya pergeseran stelsel hukum kewarisan Islam dari al-Qur’an dan hadis ke dalam fikih Indonesia modern. Secara normatif, ketentuan hukum kewarisan Islam dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) memberikan penjelasan bahwa perbedaan agama antara pewaris dan ahli waris menjadi penghalang untuk saling mewarisi. Kendati demikian, sebagaimana tertuang dalam putusan Pengadilan Agama Kabanjahe nomor: 2/Pdt.G/2011/PA-Kbj, terhadap ahli waris non muslim dapat diberikan bagian harta kekayaan dari pewaris muslim melalui konstruksi wasiat wajibah demi mewujudkan kemaslahatan umum yang berorientasi pada rasa keadilan. Secara esensial, putusan tersebut menggarisbawahi pentingnya memahami hukum kewarisan Islam tidak hanya secara tekstual, tetapi juga secara kontekstual dengan memperhatikan realitas sosial dan hubungan antar umat beragama. Selain itu, dalam kacamata maqasid syariah, pemberian wasiat wajibah kepada ahli waris non muslim juga dapat memelihara atau melindungi lima kepentingan pokok dalam Islam, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.</p> <p><strong>Kata Kunci: </strong>Hak Non Muslim, Wasiat Wajibah, Maqasid Syariah.</p>rahmad setyawan
Hak Cipta (c) 2025 Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam
2025-03-312025-03-316189108PERBANDINGAN SYARAT SAH NYA PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM ISLAM
http://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna/article/view/460
<p>Artikel ini ditulis untuk mengetahui perbandingan syarat sah nya perjanjian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum Islam. Indonesia adalah Negara Hukum oleh karenanya di dalam dunia hukum. Setiap manusia baik warga Negara maupun orang asing adalah pembawa hak yang mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum termasuk melakukan perjanjian dengan pihak lain. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. akad dan kontrak adalah suatu kesepakatan atau komitmen bersama baik lisan, isyarat, maupun tulisan antara dua belah pihak atau lebih yang memiliki implikasi hukum yang mengikat untuk melaksanakannya. Kontrak sangat banyak dipergunakan orang dalam melakukan berbagai kerja sama bisnis. Suatu kontrak atau perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya. Hukum kontrak di Indonesia pada kenyataanya sangat beragam karena adanya perbedaan sistem hukum di masing-masing negara tersebut. Penulisan ini mengguunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan studi perbandingan. Dalam hukum perdata syarat sah nya perjanjian diantaranya dengan adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan (bekwaamheid), adanya perizinan sebagai kata sepakat secara sukarela dari mereka yang membuat perjanjian (toestemming), mengenai suatu hal atau obyek tertentu (bepaalde onderwerp), serta adanya sebab (kausa) yang dibenarkan (georloofde oorzak). Sedangkan dalam hukum Islam syarat sah nya perjanjian diantaranya dengan adanya subjek Perikatan (Al’Aqidin), adanya objek perikatan (Mahallul ‘Aqd), tujuan perikatan (Maudhu ‘ul’Aqd) serta adanya Ijab dan Kabul (Sighat al-‘Aqd). Berdasarkan uraian pembahasan dapat ditarik sebuah simpulan bahwa syarat perjanjian dalam Hukum Perdata dan Hukum Islam hampir sama, yaitu untuk melindungi kepentingan para pihak yang saling mengikatkan diri dalam sebuah kontrak. Perjanjian dalam Hukum Perdata difahami dari hukum Barat, sedangkan dalam Hukum Islam didasarkan pada hukum syariat.</p> <p><strong>Kata Kunci:</strong> Syarat sah nya Perjanjian, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum Islam</p>Gunadi
Hak Cipta (c) 2025 Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam
2025-03-312025-03-316110912410.70143/ahwalunajurnalhukumkeluargaislam.v6i1.460PERAN WANITA KARIR DALAM MEMBENTUK KETAHANAN KELUARGA DENGAN MEMPERTAHANKAN KONSEP SAKINAH
http://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna/article/view/433
<p><em>Pembagian tugas antara suami istri merupakan kewenangan dari masing-masing keluarga. Kewajiban mencari nafkah memang menjadi tanggung jawab dari suami. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa istri boleh bekerja diluar rumah. Dalam rumah tangga suami istri harus mempunyai hubungan yang sederajat, dimana keduanya saling bekerjasama menjadi partner yang saling bermitra. Perempuan yang bekerja di luar rumah, saat ini lebih populer dengan sebutan “wanita karir”. Dengan berbagai bentuk profesi yang dapat dijalankan perempuan, tidak menjadikan peran sebagai istri dan ibu ditinggalkan begitu saja. Berbagai latarbelakang alasan perempuan memilih untuk bekerja di luar rumah, juga tetap menjalankan peran sebagai ibu rumahtangga. Dalam kenyataanya terdapat perempuan yang dapat menjalankan peran ganda tersebut, tetapi ada juga yang menjadikan</em> <em>permasalahan baru dalam keluarga. Penulis dalam tulisan ini akan membahas peran wanita karir dalam mempertahankan peran sebagai ibu rumah tangga dan sebagai perempuan pekerja. Penulis akan melakukan penelitian lapangan yang dilaksanakan di MTs Hasim Asy’ari yang berlokasi di Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan secara kua</em><em>l</em><em>itatif dengan jenis penelitian lapangan. Pendekatan yang digunakan yaitu dengan fenomenologi. Hasil dari penelitian yaitu wanita karir yang bekerja sebagai guru berusaha menyeimbangkan antara pekerjaan di luar rumah dan sebagai ibu rumah tangga. Wanita karir di MTS Hasyim Asy’ari menjaga ketahanan keluarga dengan berbagai cara, diantaranya dengan menjaga komunikasi dengan suami juga anak-anak, menyamakan persepsi dengan suami, dan mengedepankan musyawarah dalam menyelesaikan masalah keluarga</em></p> <p><strong><em>Kata kunci:</em></strong><em> Wanita karir, Ketahanan Keluarga, Peran Ganda </em></p>Khiyaroh
Hak Cipta (c) 2025 Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam
2025-03-312025-03-316112514810.70143/ahwalunajurnalhukumkeluargaislam.v6i1.433AYAT-AYAT AL-QURAN TENTANG PEMELIHARAAN LINGKUNGAN
http://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna/article/view/459
<p>Lingkungan hidup merupakan aspek vital dalam kehidupan manusia, namun saat ini mengalami degradasi akibat perubahan iklim, pencemaran, dan penurunan keanekaragaman hayati. Islam sebagai agama yang komprehensif memberikan pedoman mengenai tanggung jawab manusia dalam menjaga lingkungan, yang tertuang dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai-nilai ekologis dalam Al- Qur’an melalui pendekatan studi literatur dan analisis hermeneutik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Al- Qur’an menekankan prinsip keseimbangan ekosistem, keberlanjutan, larangan perusakan, serta tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi. Beberapa ayat membahas kewajiban menjaga keseimbangan alam dan larangan berbuat kerusakan setelah diperbaiki. Selain itu, konsep keberlanjutan juga diperkuat dengan perintah untuk tidak boros dalam penggunaan sumber daya. Islam juga mengajarkan kesadaran akan keagungan penciptaan alam sebagai tanda kebesaran Allah, yang harus dijaga sebagai bentuk rasa syukur. Prinsip-prinsip ini memberikan dasar etis bagi perilaku pro-lingkungan di kalangan umat Muslim. Namun, tantangan dalam implementasi ajaran ini sering kali dipengaruhi oleh faktor sosial dan ekonomi. Dengan memahami nilai-nilai lingkungan dalam Al-Qur’an, diharapkan masyarakat dapat lebih sadar akan pentingnya menjaga lingkungan sebagai bentuk ibadah dan tanggung jawab moral.</p> <p><strong>Kata kunci</strong>:lingkungan, Al-Quran, keseimbangan ekosistem, keberlanjutan, khalifah</p>Ipin Tajul Aripin
Hak Cipta (c) 2025 Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam
2025-03-312025-03-316114916410.70143/ahwalunajurnalhukumkeluargaislam.v6i1.459ANALISIS KAIDAH FIQIH TERHADAP REKONSTRUKSI IHDAD BAGI ISTRI YANG BERKARIR DALAM DINAMIKA PERUBAHAN
http://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna/article/view/451
<p>Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keberadaan wanita karir yang beraspirasi untuk meraih <br />prestasi yang gemilang serta aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Selain itu, terdapat pula wanita yang <br />disibukkan dengan pekerjaan dan aktivitas di luar rumah. Wanita yang hidup di era kemajuan <br />umumnya merupakan individu yang mencurahkan seluruh energi dan pemikiran mereka untuk meniti <br />karir, demi mewujudkan cita-cita dan harapan yang diinginkan. Wanita karir yang ditinggal oleh <br />suaminya karena wafat tetap diwajibkan untuk menjalani masa Ihdad. Tujuan dari penelitian ini adalah <br />untuk mengkaji dan menganalisis konsep Ihdad bagi wanita karir dalam perspektif hukum Islam, serta <br />faktor-faktor yang memengaruhi konstruksi Ihdad bagi wanita karir dalam konteks perubahan sosial. <br />Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan (library research) dengan menerapkan <br />metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep Ihdad bagi wanita <br />karir dalam Islam tidak terikat pada batasan masa 4 bulan 10 hari, melainkan dapat disesuaikan dengan <br />kondisi dan peran wanita tersebut. Selain itu, faktor-faktor yang memengaruhi konstruksi Ihdad bagi <br />wanita karir dalam perubahan sosial meliputi tuntutan ekonomi, kompetensi yang dimiliki oleh wanita, <br />serta perkembangan zaman. <br /><strong>Kata kunci:</strong> Wanita Karir, Ihdad, Perubahan Sosial.</p>Lola Yuanda ArlinzaDuskiRafida Ramelan
Hak Cipta (c) 2025 Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam
2025-03-312025-03-316116519110.70143/ahwalunajurnalhukumkeluargaislam.v6i1.451KELUARGA SAKINAH DALAM KONTEKS MILENIAL: (MENJAGA KEHARMONISAN DI TENGAH PERUBAHAN)
http://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna/article/view/449
<p>Di era milenial saat ini, dinamika kehidupan masyarakat mengalami perubahan yang cepat dan kompleks, terutama dengan kemajuan teknologi dan pengaruh budaya global. Perubahan ini berdampak signifikan pada struktur dan fungsi keluarga, yang merupakan unit sosial terkecil dan paling mendasar. Keluarga sakinah, yang diartikan sebagai keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang, dan mampu menghadapi berbagai tantangan, menjadi semakin penting untuk dibahas dalam konteks ini. Keluarga sakinah tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung bagi anggota-anggotanya, tetapi juga sebagai lembaga pendidikan pertama yang membentuk karakter dan nilai-nilai individu. Namun, tantangan-tantangan baru, seperti pergeseran nilai-nilai sosial, tekanan ekonomi, serta pengaruh media sosial, dapat mengganggu keharmonisan dalam keluarga. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman dan strategi yang tepat untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan keluarga di tengah perubahan ini.</p>Eko Setiyo Ary Wibowo
Hak Cipta (c) 2025 Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam
2025-03-312025-03-3161192208