Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam https://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna <p>Ahwaluna Merupakan jurnal program studi hukum keluarga Islam yang terbit dua kali setahun yaitu bulan September dan Maret. Ahwaluna menerima artikel dari dosen, mahasiswa dan para cendekiawan yang beasal dari penelitian, pemikiran dan pengalaman. ruanglingkup dari jurnal ini adalah semua yang berkaitan dengan hukum keluarga Islam.</p> <p>ISSN: <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/20220914071068436" target="_blank" rel="noopener">2963-1831</a></p> Program Studi Hukum Keluarga Islam id-ID Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam 2963-1831 Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Kedudukan Anak Di Luar Perkawinan https://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna/article/view/337 <p>&nbsp;</p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis pertimbangan hukum dan alasan berbeda <em>(concurring opinion) </em>yang disampaikan oleh hakim Maria Farida Indrati, serta bagaimana implikasi Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 terhadap kedudukan anak luar perkawinan. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan memakai metode deskriptif analitis. Adapun data dalam penelitian didapatkan dengan mengkaji Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010, selain itu juga menggunakan berbagai referensi kepustakaan yang memiliki keterkaitan dengan isu yang sedang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi telah melakukam terobosan hukum yang progresif dan responsif untuk mewujudkan keadilan terhadap anak yang lahir di luar perkawinan, meskipun di dalam pertimbangan hukumnya terdapat alasan berbeda yang disampaikan oleh Hakim Maria Farida Indrati. Terobosan hukum tersebut menyatakan bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan (sirri) mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. Hak-hak perdata yang diberikan kepada anak di luar perkawinan (sirri) tidak bertentangan dengan ketentuan mengenai nasab, waris, dan wali nikah. Anak di luar perkawinan (sirri) dapat menuntut hak-hak yang tidak diatur dalam fikih, seperti hak atas biaya pendidikan, kesehatan, kebutuhan hidup, serta persiapan masa depan. Selain itu, anak tersebut juga dapat menuntut ganti rugi atas perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, atau hak menuntut akibat ingkar janji. Singkatnya, anak di luar perkawinan (sirri) memiliki hak-hak perdata selain yang berkaitan dengan nasab, waris, wali nikah, atau hak perdata apapun yang tidak berkaitan dengan prinsip-prinsip munakahat menurut fikih.</p> <p><strong>Kata Kunci: </strong>Kedudukan Anak Luar Perkawinan; Pencatatan Perkawinan; Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010.</p> Rahmad Setyawan Nur Sholikin Al - Robin Hak Cipta (c) 2024 Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam 2024-09-10 2024-09-10 5 1 318 337 10.70143/ahwalunajurnalhukumkeluargaislam.v1i1.337 FENOMENA PENYAMAAN PEMBAGIAN WARIS ANTARA ANAK PEREMPUAN DAN LAKI LAKI (Penelitian di DESA CIHERAS KECAMATAN CIPATUJAH KABUPATEN TASIKMALAYA) https://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna/article/view/371 <p>Fokus penelitian ini adalah fenomena penyamaan pembagian waris antara anak laki laki dan perempuan di Desa Ciheras, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya. Hal ini bertentangan dengan hukum Islam, yang menetapkan bahwa pembagian waris harus 2:1. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki faktor faktor yang melatarbelakangi praktik tersebut, serta perspektif hukum Islam mengenainya. Metode yang digunakan adalah kualitatif dan menggunakan teknik deskriptif analitis dengan metode normatif empiris. Data sekunder berasal dari literatur terkait. Data primer diperoleh melalui observasi langsung dan wawancara menyeluruh dengan tokoh agama dan masyarakat setempat. Hasil penelitian menunjukkan beberapa hal yang menyebabkan pembagian waris yang sama: kondisi ekonomi masyarakat di mana mayoritas petani tinggal, upaya untuk menghindari konflik keluarga, tradisi turun temurun, dan jumlah harta warisan yang relatif kecil. Metode ini digunakan untuk menjaga keharmonisan keluarga, meskipun hukum Islam tidak mengakui prinsip faraidh. Studi ini memberikan wawasan tentang transformasi sosial dan nilai<br>nilai masyarakat yang disebabkan oleh penerapan hukum waris Islam di masyarakat pedesaan.</p> Siti Hafsah Auliyah Muhammad Abduh Hak Cipta (c) 2024 Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam 2024-10-01 2024-10-01 5 1 338 348 10.70143/ahwalunajurnalhukumkeluargaislam.v5i1.371 IMPLEMENTASI SURAT EDARAN DIRJEN BIMAS ISLAM NOMOR P-005/DJ.III/HK.00.7/10/2021 TENTANG MASA 'IDDAH ISTRI DAN SUAMI DI KUA SE KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2022-2023 https://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna/article/view/372 <p>Iddah bermakna perhitungan atau masa tunggu bagi istri yang telah diceraikan oleh suaminya, tetapi dalam Surat Edaran Dirjen Bimas Islam Nomor : P-005/Dj.III/Hk.007/10/2021 yang di terbitkan tahun 2021 yang mengharuskan seorang suami juga harus menunggu masa iddah mantan istrinya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui latar belakang, kedudukan hukum dan sanksi surat edaran dirjen bimas islam dan implementasinya di KUA Kota Tasikmalaya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi dan wawancara. Hasil dari penelitian ini, pertama, latarbelakang terbitnya Surat Edaran ini ada 3 hal yaitu tidak efektifnya Surat Edaran tahun 1979, berpotensi terjadinya poligami terselubung, dan tata cara pecacatan nikah. Kedua, kedudukan surat edaran ini bukan termasuk hiraerki perundang-undangan dan kontradiksi dengan UUP dan KHI sehingga tidak ada sanksi khusus. Ketiga, pengimplementasian yang dilakukan oleh KUA Kota Tasikmalaya telah di sosisalisasikan ke setiap mantan suami yang akan menikah lagi dalam keadaan masa iddah mantan istrinya. Dampak dari Surat Edaran ini banyak sebagian dari masyarakat yang masih belum paham akan hal ini tetapi setelah diadakannya sosialisasi oleh pihak KUA masyarakat pun paham dan mengikuti regulasi yang ada.</p> Fahrul Gunadi Hak Cipta (c) 2024 Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam 2024-10-01 2024-10-01 5 1 349 368 10.70143/ahwalunajurnalhukumkeluargaislam.v5i1.372 DAMPAK PERUBAHAN USIA PERKAWINAN TERHADAP PERMOHONAN DISPENSASI PERKAWINAN DI PENGADILAN AGAMA TASIKMALAYA https://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna/article/view/373 <p>Perubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menjadi Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang batas usia kawin menyebabkan tingginya angka dispensasi kawin di Pengadilan Agama Tasikmalaya. Perubahan ini tertumpu pada batas usia perkawinan dari usia 16 tahun menjadi 19 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep dispensasi kawin menurut Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 yang dirubah menjadi Undang- undang No 16 Tahun 2019, faktor yang menjadi Pertimbangan Hakim dalam mengabulkan Permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Tasikmalaya dan dampak dari Berlakunya Undang-undang No 16 Tahun 2019. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Data yang digunakan adalah studi pustaka, dokumentasi dan wawancara. Hasil penelitian ini adalah Hakim dalam pemberian dispensasi kawin menurut Perma Nomor 5 Tahun 2019 yaitu berdasarkan asas kepentingan terbaik bagi anak, hak hidup dan tumbuh berkembang anak, penghargaan atas pendapat anak, penghargaan atas harkat dan martabat manusia, non diskriminasi, kesetaraan gender, persamaan di depan hukum, keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perubahan Undang-undang perkawinan menunjukan bahwa terdapat kenaikan angka dispensasi kawin yang dilayangkan ke Pengadilan Agama Tasikmalaya pada tahun 2018 sebanyak 31 perkara, tahun 2019 sebanyak 279 perkara, tahun 2020 sebanyak 940 perkara, tahun 2021 sebanyak 1021 perkara, tahun 2022 sebanyak 775 perkara, tahun 2023 sebanyak 632 perkara, dan pada tahun 2024 mengalami penurunan yaitu sebanyak 222 perkara. Jadi rerata dispensasi perkawinan di Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya adalah sebanyak 571 pertahun.</p> Mohamad Hamim Ade Puadah Hak Cipta (c) 2024 Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam 2024-10-01 2024-10-01 5 1 369 378 10.70143/ahwalunajurnalhukumkeluargaislam.v5i1.373 PENGARUH KONFLIK RUMAH TANGGA TERHADAP KESEHATAN MENTAL ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM KELUARGA ISLAM https://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna/article/view/374 <p>Konflik rumah tangga adalah perselisihan atau ketegangan yang terjadi antara anggota keluarga, terutama pasangan suami istri, yang dapat berdampak negatif pada dinamika keluarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi lengkap, terperinci, dan sistematis agar dapat memahami dampak, konsep atau praktik, peran dan tanggung jawab orang tua terhadap Kesehatan mental anak. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif, studi ini menganalisis bagaimana perselisihan orang tua mempengaruhi perkembangan psikologis anak-anak dalam keluarga Muslim. Hasil yang didapat adalah anak-anak yang terpapar konflik rumah tangga sering mengalami gejala kecemasan, depresi, dan gangguan perilaku. Islam menekankan pentingnya menjaga keharmonisan rumah tangga dan melindungi kepentingan anak. Konflik rumah tangga yang berlarut-larut dianggap dapat membahayakan tumbuh kembang anak, sehingga perlu upaya penyelesaian sesuai syariat. Perceraian dapat dipertimbangkan sebagai solusi terakhir demi melindungi kepentingan terbaik anak. Islam memiliki mekanisme untuk melindungi kesehatan mental anak dari dampak negatif konflik rumah tangga, sambil tetap mengupayakan perdamaian dan keutuhan keluarga. Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru dalam upaya melindungi kesehatan mental anak-anak Muslim yang terdampak oleh konflik rumah tangga, sekaligus memperkaya pemahaman tentang implementasi hukum keluarga Islam dalam konteks modern</p> Ipin Tajul Aripin Muhammad Rizaldi Bandanizi Hak Cipta (c) 2024 Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam 2024-10-01 2024-10-01 5 1 379 394 10.70143/ahwalunajurnalhukumkeluargaislam.v5i1.374 Kajian Hukum Islam terhadap Tradisi Talitihan: Analisis Praktik Lokal di Desa Batangsari, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Subang https://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna/article/view/375 <p>Talitihan adalah istilah dalam bahasa Sunda yang berarti memberikan sesuatu berupa sembako seperti beras, gula, mie instan, kue dan uang, bingkisan dan lain lain kepada orang yang akan menikah. Tujuannya adalah untuk membantu sesama muslim dan menyambung tali silaturahmi untuk mempererat ukhuwwah Islamiyyah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui praktik talitian yang dilakukan oleh seluruh masyarakat Desa Batangsari Kabupaten Subang dan tinjauan hukum Islam terhadap praktik talitian dalam pelaksanaan pernikahan di Desa Batangsari Kabupaten Subang. Jenis penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologi. Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu memberikan gambaran secara lengkap dan terperinci mengenai masalah masalah hukum Islam terhadap tradisi talitihan dalam pelaksanaan perkawinan di Desa Batangsari Kabupaten Subang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan 3 cara, yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi yang telah berkembang di masyarakat Desa Batangsari Kabupaten Subang adalah mereka menuntut kembali Talitihan (sumbangan) yang telah mereka berikan dengan cara menegur atau mengingatkan kepada orang yang telah menerima Talitihan tersebut, jika pengembaliannya tidak sesuai dengan pemberian, baik berupa barang maupun uang. Keunikan dari tradisi Talitihan di Desa Batangsari adalah bahwa dalam hal ini pemberian atau sumbangan Talitian harus dikembalikan dikembalikan sesuai dengan pemberiannya. Tinjauan Hukum Islam dalam tradisi yang berkembang di Desa Batangsari Kabupaten Subang yaitu meminta kembali Talitihan (sumbangan) yang telah diberikan adalah boleh, karena bentuk hibah yang diterapkan di masyarakat Dusun Batangsari mengharapkan adanya pengembalian dalam hibah tersebut, jika orang yang diberi tidak membalas hibah, maka ia berhak memintanya kembali.</p> Itang Komar Jidan Zenidan Hak Cipta (c) 2024 Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam 2024-10-01 2024-10-01 5 1 395 409 10.70143/ahwalunajurnalhukumkeluargaislam.v5i1.375 HUKUM BAHASA ISYARAT DALAM AKAD NIKAH BAGI DISABILITAS TUNA RUNGU https://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna/article/view/376 <p>Akad nikah merupakan rukun dan perjanjian antara dua mempelai menggunakan bahasa yang dapat dipahami kedua belah pihak termasuk dengan menggunakan bahasa isyarat dikarenakan salah satu tidak bisa dengan bahasa lisan karena disabilitas yaitu tidak bisa mendengar. Dalam konteks hukum Islam, pengucapan ijab dan qabul dalam akad nikah harus dilakukan dengan jelas. Tujuan pene;itian ini adalah untuk memahami praktik bahasa isyarat yang digunakan oleh penyandang disabilitas tuna rungu dalam prosesi akad nikah di Madrasah Tunarungu Assabikunal Awwalun dan hukum bahasa isyarat dalam melaksanakan akad nikah. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan sosiologis normative, yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataan di masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) pada umumnya prosedural pernikahan itu sama saja tidak ada bedanya, hanya saja ketika menemukan perbedaan maka ada suatu hal yang menyebabkan itu terjadi. Misalnya, suatu pernikahan yang dilangsungkan oleh pasangan disabilitas tunarungu yang menggunakan bahasa isyarat sebagai sarana ijab qabulnya. Seperti yang diajarkan oleh pihak madrasah assabikunal awwalun kepada murid muridnya untuk menggunakan bahasa isyarat tangan dalam melaksanakan ijab qabulnya. 2) dalam kajian hukum islam serta hukum perundang undangan memperbolehkannya akad nikah menggunakan bahasa isyarat dalam melangsungkan ijab qabul, dengan catatan bahasa isyarat tersebut dapat dimengerti oleh semua pihak</p> Lukmanul Hakim Kustiawan Adinata Hak Cipta (c) 2024 Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam 2024-10-01 2024-10-01 5 1 410 424 10.70143/ahwalunajurnalhukumkeluargaislam.v5i1.376 REALISASI KAIDAH FIQH INDUK KELIMA الْعَادَةُ مُحَكَّمَةٌ (AL-‘AADAH MUHAKKAMAH) SEBAGAI METODE ISTINBATH DALAM KAJIAN HUKUM KELUARGA ISLAM https://journal.iaitasik.ac.id/index.php/Ahwaluna/article/view/103 <p>Abstrak</p> <p>Qawaidul fiqh (kaidah-kaidah fiqh) adalah suatu hukum kulli atau menyeluruh yang mencakup intisari hukum-hukum fiqh. Qawaidul fiqh memiliki 5 (lima) kaidah induk yang salah satunya yaitu kaidah الْعَادَةُ مُحَكَّمَةٌ (al-‘aadah muhakkamah) yang diambil dari kebiasaan-kebiasaan baik yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam menetapkan suatu hukum sesuai dengan nilai-nilai yang hidup pada masyarakat tersebut. Melalui penulisan berbasis literatur ini, akan dijabarkann mengenai kaidah fiqh induk kelima yang mana kaidah fiqh ini berkedudukan sebagai titik temu dari masalah-masalah fiqh.</p> <p>Dari hasil temuan dapat diketahui bahwa dengan mengetahui dan memahami penerapan kaidah fiqh induk kelima ini akan membuat seseorang menjadi lebih bijak dalam menerapkan hukum fiqh lebih khususnya yang berkaitan dengan adat atau kebiasaan masyarakat, serta lebih mudah memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang terus berkembang seiring waktu, tempat, situasi dan kondisi yang seringkali berubah-ubah.</p> <p>Kata Kunci: Kaidah Fiqh Induk; Al-‘Aadah Muhakkamah; Hukum Keluarga Islam.</p> <p>&nbsp;</p> <p>&nbsp;</p> Habibah Fiteriana Hak Cipta (c) 2024 Ahwaluna | Jurnal Hukum Keluarga Islam 2024-10-01 2024-10-01 5 1 424 432