Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Kedudukan Anak Di Luar Perkawinan

Penulis

  • Rahmad Setyawan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta
  • Nur Sholikin Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta, Indonesia
  • Al - Robin Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.70143/ahwalunajurnalhukumkeluargaislam.v1i1.337

Abstrak

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis pertimbangan hukum dan alasan berbeda (concurring opinion) yang disampaikan oleh hakim Maria Farida Indrati, serta bagaimana implikasi Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 terhadap kedudukan anak luar perkawinan. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan memakai metode deskriptif analitis. Adapun data dalam penelitian didapatkan dengan mengkaji Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010, selain itu juga menggunakan berbagai referensi kepustakaan yang memiliki keterkaitan dengan isu yang sedang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi telah melakukam terobosan hukum yang progresif dan responsif untuk mewujudkan keadilan terhadap anak yang lahir di luar perkawinan, meskipun di dalam pertimbangan hukumnya terdapat alasan berbeda yang disampaikan oleh Hakim Maria Farida Indrati. Terobosan hukum tersebut menyatakan bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan (sirri) mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. Hak-hak perdata yang diberikan kepada anak di luar perkawinan (sirri) tidak bertentangan dengan ketentuan mengenai nasab, waris, dan wali nikah. Anak di luar perkawinan (sirri) dapat menuntut hak-hak yang tidak diatur dalam fikih, seperti hak atas biaya pendidikan, kesehatan, kebutuhan hidup, serta persiapan masa depan. Selain itu, anak tersebut juga dapat menuntut ganti rugi atas perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, atau hak menuntut akibat ingkar janji. Singkatnya, anak di luar perkawinan (sirri) memiliki hak-hak perdata selain yang berkaitan dengan nasab, waris, wali nikah, atau hak perdata apapun yang tidak berkaitan dengan prinsip-prinsip munakahat menurut fikih.

Kata Kunci: Kedudukan Anak Luar Perkawinan; Pencatatan Perkawinan; Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010.

Unduhan

Diterbitkan

2024-09-10

Terbitan

Bagian

Articles