HARTA WARIS PUSAKA TINGGI DALAM ADAT MINANGKABAU PERSPEKTIF HIFŻU MĀL
DOI:
https://doi.org/10.70143/ahwalunajurnalhukumkeluargaislam.v6i2.513Kata Kunci:
Pusaka Tinggi, Minangkabau, Warisan MatrilinealAbstrak
Dalam penelitian ini yang berjudul “Pandangan Maqaṣid Syari’ah Terhadap Harta Waris Pusaka Tinggi Adat Minangkabau Tinjauan Hifżu Māl” menjelaskan terkait persoalan pembagian harta waris menurut adat yang ditinjau melalui hukum islam. Dalam hukum adat Minangkabau, rumah dan tanah pusaka tinggi menjadi milik ibu dan anak keturunan perempuan sebagai tonggak kehidupan mereka sedangkan ayah bukan bagian dari anggota rumah tersebut dan juga mamak tinggal di rumah istrinya. Semua harta pusaka tinggi dalam pengurusan ibu yang mana bila ia telah meninggal dunia maka akan diteruskan oleh anak perempuannya yan tertua kemudian anak perempuan tersebut menjadi kepala keluarga dalam rumah tersebut. Sumber dari harta pusaka tinggi bukan berasal dari ayah atau mama dan juga kakek atau nenek tetapi nenek moyang yang telah mewasiatkan agar digunakan secara kolektif. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan interview research dan library research. Hasil data diambil melalui berbagai literatur jurnal terkini yang membahas secara umum terkait harta waris pusaka tinggi adat Minangkabau berpandangan Maqaṣid Syari’ah Hifżu Māl sehingga tercipta penelitian yang bertujuan untuk memuat hukum adat yang sesuai dengan Syari’ah sehingga menemui maksud adanya perbedaan secara takaran. Kesimpulannya adalaah dengan adanya hukum adat Minangkabau yang berbeda dari ketentuan dalam Al-Qur’an dan menimbulkan persengketaan di Pengadilan Negeri yang mungkin bisa dipahamkan melalui pendekatan Maqaṣid Syari’ah dengan tinjauan Hifżu Māl sehingga mengetahui maksud dan filosofis pembagian harta pusaka tinggi tersebut sekaligus menjawab beberapa pertanyaan masyarakat umum hakikat dari pembagian tersebut.
Kata Kunci: Pusaka tinggi, Minangkabau, warisan Matrilineal